PENGERTIAN JEMBATAN
Jembatan merupakan satu
struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai,
rel kereta api ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk memudahkan pejalan
kaki, kendaraan bermotor atau kereta api di atas lembah tersebut.
SEJARAH JEMBATAN
Jembatan pertama yang
dibuat dengan konstruksi kayu untuk menyeberangi sungai. Ada juga orang yang
menggunakan dua gulung tali atau rotan, yang diikat pada bebatuan di tepi
sungai. Seterusnya, batu digunakan, tetapi hanya sebagai rangka. Jembatan gerbang
berbentuk melengkung yang pertama dibuat semasa zaman Emperor Roma, dan masih
banyak jembatan dan saluran air orang Roma yang terkenal hingga sekarang.
Orang-orang Roma juga mempunyai pengetahuan, yang mengurangkan perbedaan
kekuatan batu-batu yang berbeda. Jembatan bata dan mortar dibuat pada zaman
kaisar Romawi, setelah zaman itu, teknologi pengetahuan telah hilang. Pada
Zaman Pertengahan, tiang-tiang jembatan batu biasanya lebih besar sehingga
menyebabkan kesulitan pada kapal-kapal yang melintas di sungai tersebut.
Pada abad ke-18, mulai
banyak perubahan dalam pembuatan jembatan kayu oleh Hans Ulrich, Johannes
Grubenmann dan lain-lain. Dengan kedatangan Revolusi Industri pada abad ke-19,
sistem rangka (truss system) menggunakan besi untuk memajukan pembuatan
jembatan yang lebih besar, tetapi besi tidak mempunyai kekuatan tegangan
(tensile strength) yang cukup untuk beban yang besar. Apabila mempunyai
kekuatan tegangan yang tinggi, jembatan yang lebih besar akan dibuat,
kebanyakan menggunakan idea Gustave Eiffel, yang pertama kali diperlihatkan di
Menara Eiffel di Paris, Perancis. Yang sesuai digunakan untuk pembuatan
jembatan yang panjang karena ia mempunyai kekuatanpada beban yang besar, tetapi
beton prategang tersebut mempunyai biaya yang lebih murah.
Jembatan merupakan struktur yang perlu
direncanakan dengan baik agar dapat berfungsi dengan optimal. Persyaratan ini
dibuat sebagai pedoman teknis agar pekerjaan perencanaan struktur jembatan
dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan standar persyaratan teknis. Dalam
pedoman ini terdapat beberapa lingkup yang menjadi persyaratan umum perencanaan
jembatan, yaitu dasar-dasar umum perencanaan, penjaminan mutu,persyaratan lintasan air, persyaratan geometrik, pengaman
lalu lintas, geometri, persyaratan tahan gempa, persyaratan-persyaratan pemeliharaan,
dan prasarana umum (utilitas) yang terkait. Dengan adanya pedoman ini,
pelaksanaan struktur jembatan mulai dari tahap perencanaan struktur sampai dengan tahap pelaksanaan pembangunan
diharapkan dapat berlangsung sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
SYARAT – SYARAT (PERTIMBANGAN) PERENCANAAN JEMBATAN YANG LAYAK
Ada beberapa aspek sebagai syarat
pertimbangan perencanaan jembatan yang layak, diantaranya sebagai berikut :
1.
Kekuatan Unsur Struktural dan
Stabilitas Keseluruhan
Struktur
harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban pada kondisi ultimate dan
struktur sebagai satu kesatuan harus stabil pada pembebanan tersebut
2.
Kelayanan Struktural
Bangunan
bawah dan pondasi harus berada dalam keadaan layan pada beban batas beban
layan. Hal ini berarti struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau
getaran sedemekian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi
tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur
kelayanan
3.
Keawetan
Bahan
yang dipilih harus sesuai untuk lingkungan, missal jembatan rangka baja yang di
galvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan di dalam lingkungan laut
agresif garam yang dekat pantai.
4.
Kemudahan Konstruksi
Pemilhan
rencana harus mudah dilaksanakan, rencana yang sulit akan dapat menyebabkan
waktu pengerjaan yang lama dan peningkatan biaya, sehingga harus di hindari
sedapat mungkin.
5.
Ekonomis dapat diterima
Rencana
termurah yang sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya umumnya yang
dipilih. Penekanan harus di berikan pada biaya umur total struktur yang
mencakup biaya pemeliharaan dan tidak hanya biaya permulaan konstruksi.
6.
Estetika
Struktur
jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan
untuk
dilihat.
PERATURAN – PERATURAN LEGAL DALAM
PERENCANAAN JEMBATAN
1. Peraturan Perencanaan Jembatan
(Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI
T-02-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSA,[12005)
2. BMS’(2 dengan
revisi pada Bagian 6
Perencanaan Struktur Beton
jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)
3. BMS’92 dengan revisi pada Bagian 7
Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03- 2005 (Kepmen PU
No.498/KPTSAT/2005)
4.
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992)
5.
Standar perencanaan jalan pendekat
jembatan (Pd T-11-2003)
6. Panduan Analisa Harga Satuan
No. 028/T/Bm/1995, Direktorat
Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan
Umum.
7.
SNI 1725-2016 Pembebanan Jembatan
8. Surat Edaran Dirjen Binamarga
tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan dan Jembatan
9.
Perencanaan dan pelaksanaan
konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki
10. Rancangan
3 Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
11. RSNI
T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan
12. RSNI
T-02-2005 Standar pembebanan untuk jembatan
13. RSNI
T-03-2005 perencanaan struktur baja untuk jembatan
14. SNI
2451-2008 Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai
dengan 25 m dengan pondasi tiang pancang
15. SNI
2833-2008 Standar perencanaan tahan gempa untuk jembatan
16. SNI
6747-2002 Tata cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan
17. Surat
Edaran Mentri PU 07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan jembatan
18. Surat
Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen
Jembatan.
BAGIAN – BAGIAN DARI KONSTRUKSI
JEMBATAN
Bagian konstruksi jembatan dibagi menjadi
2, yaitu konstruksi bagian atas dan konstruksi bagian bawah.
Menurut Siswanto (1993) struktur
atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban lantai
jembatan kearah perletakan. Bagian-bagian struktur bangunan atas tersebut
terdiri dari:
1. Trotoar
Jalur untuk pejalan kaki yang
biasanya dibuat lebih tinggi tapi tetap sejajar dengan jalan utama, tujuannya
agar pejalan kaki lebih aman dan bisa dilihat jelas oleh pengendara yang
melintas.
2. Girder
Bagian pada struktur atas yang
berfungsi untuk menyalurkan beban kendaraan pada bagian atas ke bagian bawah
atau abutment.
3. Balok Diafgrama
Bagian penyangga dari
gelagar-gelagar jembatan yang memanjang dan hanya berfungsi sebagai balok
penyangga biasa bukan sebagai pemikul beban plat lantai.
Bagian konstruksi bawah adalah bagian yang
berfungsi untuk memikul beban-beban pada bangunan atas dan pada bangunan
bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut
oleh pondasi disalurkan ke tanah. Bagian-bagian struktur bangunan bawah
tersebut terdiri dari:
1. Pangkal
jembatan (Abutment)
a. Dinding belakang (Back wall)
b. Dinding penahan (Breast wall),
c. Dinding sayap (Wing wall)
d. Oprit, plat injak (Approach slab)
e. Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
f. Tumpuan (Bearing).
2. Pilar jembatan (Pier)
a. Kepala pilar (Pier Head),
b. Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau
portal,
c. Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
d. Tumpuan (Bearing).
3. Pondasi
Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar Berdasarkan
sistemnya, pondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa
macam jenis, antara lain :
a. Pondasi telapak (spread footing)
b. Pondasi sumuran (caisson)
c. Pondasi tiang (pile foundation)
d. Tiang pancang kayu (Log Pile),
e. Tiang pancang baja (Steel Pile),
f. Tiang pancang beton bertulang (Reinforced Concrete
Pile),
g. Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast
Prestressed Concrete Pile),
h. Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in
Place),
i. Tiang
pancang komposit (Compossite Pile),
BENTUK - BENTUK JEMBATAN
Secara garis besar terdapat sembilan macam perencanaan
jenis jembatan yang dapat digunakan, yaitu:
1. Jembatan balok (beam bridge)
Jembatan balok adalah jenis jembatan
yang paling sederhana yang dapat berupa balok dengan perletakan sederhana
(simple spens) maupun dengan perletakan menerus (continous spens). Jembatan
balok terdiri dari struktur berupa balok yang didukung pada kedua ujungnya,
baik langsung pada tanah/batuan atau pada struktur vertikal yang disebut pilar
atau pier. Jembatan balok tipe simple spans biasa digunakan untuk jembatan
dengan bentang antara 15 meter samapai 30 meter dimana untuk bentang yang kecil
sekitar 15 meter menggunakan baja (rolled-steel) atau beton bertulang dan
bentang yang berkisar sekitar 30 meter menggunakan beton prategang.
2.
Jembatan kantilever (cantilever bridges)
Jembatan kantilever adalah
merupakan pengembangan jembatan balok. Tipe jembatan kantilever ini ada dua
macam yaitu tipe cantilever dan tipe cantilever with suspended spans. Pada
jembatan kantilever, sebuah pilar atau tower dibuat masing-masing sisi bagian
yang akan disebrangi dan jembatan dibangun menyamping berupa kantilever dari
masing-masing tower. Pilar atau tower ini mendukung seluruh beban pada lengan
kantilever. Selama pembuatan jembatan kantilever sudah mendukung sendiri
beban-beban yang bekerja. Jembatan kantilever biasanya dipilih apabila situasi
atau keadaan tidak memungkinkan pengguna scaffolding atau pendukung-pendukung
sementara yang lainkarena sulitnya kondisi dilapangan. Jembatan kantilever
dapat digunakan untuk jembatan dengan bentang antara 400 m samapai 500 m.
Umumnya konstruksi jembatan kantilever berupa box girder dengan bahan beton
presstress pracetak.
3.
Jembatan lengkung (arch bridge)
Jembatan lengkung adalah suatu tipe
jembatan yang menggunakan prinsip kestabilan dimana gaya-gaya yang bekerja di
atas jembatan di transformasikan ke bagian akhir lengkung atau abutment.
Jembatan lengkung dapat dibuat dari bahan batu, bata, kayu, besi cor, baja
maupun beton bertulang dan dapat digunakan untuk bentang yang kecil maupun
bentang yang besar. Jembatan lengkung tipe closed spandrel deck arch biasa
digunakan untuk bentang hanya sekitar 0.5 m sampai 2 m dan biasa disebut dengan
gorong-gorong. Untuk bentang besar jembatan lengkung dapat digunakan untuk
bentang sampai 500 m.
4.
Jembatan rangka (truss bridge)
Jembatan rangka dibuat dari struktur
rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung
beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga.
Jembatan rangka biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375m.
5. Jembatan gantung (suspension bridge)
5. Jembatan gantung (suspension bridge)
Jembatan gantung terdiri dari dua kabel besar atau kabel utama yang menggantung dari dua pilar atau tiang utama dimana ujung-ujung kabel tersebut diangkurkan pada fondasi yang biasanya terbuat dari beton. Dek jembatan digantungkan pada kabel utama dengan mengunakan kabel-kabel yang lebih kecil ukurannya. Pilar atau tiang dapat terbuat dari beton atau rangka baja. Struktur dek dapat terbuat dari beton atau rangka baja. Kabel utama mendukung beban struktur jembatan dan mentransfer beban tersebut ke pilar utama dan ke angkur. Jembatan gantung merupakan jenis jembatan yang digunakan untuk betang-bentang besar yaitu antara 500 m sampai 2000 m atau 2 km.
6. Jembatan kabel (cable stayed bridge)
Jembatan kabel merupakan suatu pengembangan dari jembatan gantung dimana terdapat juga dua pilar atau tower. Akan tetapi pada jembatan kabel dek jembatan langsung dihubungkan ke tower dengan menggunakan kabel-kabel yang membentuk formasi diagonal. Kalau pada jembatan gantung struktur dek dapat terbuat dari rangka baja maupun beton, pada jembatan kabel umumnya deknya terbuat dari beton. Jembatan kabel ini juga digunakan untuk bentang-betang besar tetapi tidak sebesar bentang pada jembatan gantung. Besar bentang maksimum untuk jembatan kabel sekitar 500 m sampai 900 m.
7. Jembatan bergerak (movable bridges)
Jembatan bergerak biasanya dibuat pada sungai dimana kapal besar yang lewat memerlukan ketinggian yang cukup tetapi pembuatan jembatan dengan pilar sangat tinggi dianggap tidak ekonomis. Ada tiga macam tipe jembatan bergerak yaitu: 1) jembatan terbuka (bascule bridges) biasanya digunakan untuk bentang yang tidak terlalu panjang dengan bentang maksimum 100 m. 2) Jembatan terangkat vertikal atau vertical lift bridges biasanya digunakan untuk bentang yang lebih panjang yaitu sekitar 175m, tetapi jarak bersih yang didapat tergantung dari seberapa tinggi jembatan dapat dinaikan. Pada umumnya ketinggian maksimum untuk mendapatkan jarak bersih adalah sekitar 40 m. 3) Jembatan berputar mempunyai keuntungan karena kapal yang akan lewat tidak dibatasi ketinggiannya. Jembatan berputar dapat digunakan dengan bentang sampai dengan 160 m.
8. Jembatan terapung (floating bridges)
Jembatan terapung dibuat dengan mengikatkan dek jembatan pada ponton-ponton . Ponton-ponton ini biasanya jumlahnya banyak sehingga jika salah satu ponton terjadi kebocoran maka tidak begitu mempengaruhi atau membahayakan kestabilan jembatan apung secara keseluruhan. Kemudian ponton yang terjadi kebocoran ini dapat diperbaiki. Jembatan terapung pada mulanya banyak digunakan sebagai jembatan sementara oleh militer. Akan tetapi kini jembatan terapung banyak digunakan apabila kedalaman air yang akan dibuat jembatan cukup dalam dan kondisi tanah dasar sangat jelek sehingga sangat sulit untuk membuat fondasi jembatan. Saat ini ponton-ponton yang digunakan pada jembatan terapung dapat dibuat dari beton dimana bentang total dapat mencapai sebesar 2 km.
9. Jembatan kombinasi (combination bridges)
Jembatan kombinasi adalah jembatan yang menggunakan lebih dari satu jenis jembatan. Hal ini terutama untuk jembatan dengan bentang sangat besar dimana penggunaan satu jenis jembatan tidak ekonomis.
BEBAN - BEBAN YANG BEKERJA DALAM PERENCANAAN STRUKTUR
JEMBATAN
Pembebanan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga
Departement Pekerjaan Umum, yaitu RSNI T – 02 – 2005 tentang Standar Pembebanan
untuk Jembatan. Standar ini merupakan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi
lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk
jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan sekunder yang terkait dengan
jembatan. Beban-beban dan aksiaksi metode penerapannya dapat di kombinasi
dengan kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang berwenang.
Butir-butir tersebut diatas harus digunakan untuk
perencanaan seluruh
jembatan termasuk jembatan dengan bentang yang
panjang, dengan bentang
utama > 200 m.
A. Umum
a) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung
berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari
bahan yang digunakan.
b) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa
dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan
dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk
berbagai macam bahan diberikan dalam tabel terlampir.
c) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman
untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi
apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang
sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan tepat, maka perencanaan harus memilih
harga tersebut untuk memperoleh keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan
sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini tidak dapat diubah.
d)
Beban mati jembatan terdiri dari berat
masing-masing bagian struktur dan elemen-elemen non struktur. Masing-masing
berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu
mernerapkan faktor beban biasa yang terkurangi. Perencanaan jembatan harus
menggunakan kebijaksanaannya didalam menentukan elemen-elemen tersebut.
e)
Tipe aksi, dalam hal tertentu aksi bisa
meningkatkan respon total jembatan (mengurangi keamanan) pada salah satu bagian
jembatan, tetapi mengurangi respon total (menambah keamanan) pada bagian lainnya.
a)
Tidak dapat dipisah-pisah, artinya aksi
tidak dapat dipisah kedalam salah satu bagian yang mengurangi keamanan dan bagian
lalin yang menambah keamanan (misalnya pembebanan “T”).
b)
Tersebar dimana bagian aksi yang
mengurangi keamanan dapat diambil berbeda dengan bagian aksi yang menambah keamanan
(misalnya beban mati tambahan).
B.
Beban Sendiri
Beban mati jembatan
terdiri dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non struktural.
Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi
pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana
jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut.
C. Beban
Mati Tambahan/Utilitas
Beban mati tambahan
adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang
merupakan elemen non-struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan.
D. Beban
Terbagi Rata (BTR)
Mempunyai intensitas q
kPa, dimana besarnya q tergantung pada
panjang total yang dibebani
L seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0
kPa
L > 30 m : q =
9,0 [ 0,5 + 15 / L ] kPa
dengan pengertian:
- q adalah
intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
- L
adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Hubungan ini bisa dilihat
dalam gambar 2.2 panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja
pada jembatan. BTR memungkinkan harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu
untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau
bangunan khusus.
E. Beban
Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat (BGT) dengan
intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu litas
pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m. Untuk mendapatkan
momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik
harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang, jembatan pada bentang
lainnya.
F. Beban
Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat
(BGT) dengan intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap
arah lalu litas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m.
Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT
kedua yang
identik harus ditempatkan
pada posisi dalam arah melintang, jembatan pada bentang lainnya.
G. Beban
Truk “T”
Pembebanan truk “T”
terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Dimana
berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as
tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh
terbesar pada arah memanjang jembatan.
H. Beban
Pejalan Kaki
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang
jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu
lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari
beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. tanpa dikalikan
dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap
bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8m
di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila
panjang bentang melebihi 30 m, q = 9 kPa.
I. Gaya
Rem
Gaya rem tidak boleh
digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana
beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh gaya rem
(seperti pada stabilitas guling dari
pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh
digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.Pembebanan lalu lintas 70%
dan faktor pembesaran di atas 100 % BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.
3TA03
I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA